Wednesday, October 26, 2011

Metil Prednisolon

Metil Prednisolon
21-(acetyloxy)-11,17-dihydroxy-6-methyl-, (6(alpha), 11(beta))pregna-1,4-diene-3,20-dione

Metilprednisolon merupakan serbuk kristalin berwarna putih, tidak berbau, meleleh pada 215° dengan sedikit penguraian. Larut dalam dioksan, sedikit larut dalam aseton, etanol, metanol, kloroform, dan sedikit sekali larut dalam eter. Metilprednisolon praktis tidak larut dalam air. 

BM 416,51
Kelas terapi : Hormon, Obat Endokrin Lain dan Kontraseptik

Nama Dagang : Depo Medrol, Solu Medrol,Urbason, Cortesa

Bentuk Sediaan : Tablet, Kaptab, Serbuk injeksi, Cairan Injeksi

Indikasi : 
 Pemakaian intra muskular digunakan pada indikasi berikut: 
Gangguan endokrin: 
  • Insufisiensi adrenokortikal primer atau sekunder (hidrokortison atau kortison merupakan pilihan pertama, namun analog sintetisnya juga  dapat digunakan)
  • Hiperplasia adrenal congenital/bawaan
  • Hiperkalsemia terkait kanker
  • Tiroiditis nonsuppuratif
Sebagai terapi tambahan untuk penggunaan jangka pendek pada terapi penyakit-penyakit:
  • - Osteoarthritis pasca trauma
  • - Rheumatoid arthritis, termasuk Rheumatoid arthritis pada anak
  • - Bursitis akut dan subakut
  • - Tenosynovitis nonspesifik akut
Mengendalikan kondisi alergi yang parah yang tidak memberikan hasil yang memadai pada terapi konvensional:
  • - Rhinitis yang disebabkan alergi
  • - Asma bronkhial
  • - Reaksi-Reaksi hipersensitivitas terhadap obat
  • - Reaksi-Reaksi transfuse utrikaria
Sebagai terapi paliatif untuk:
  • - Leukemia dan limfoma pada orang dewasa
  • - Leukemia akut pada anak-anak
Pemakaian intrasinovial atau pemakaian pada jaringan halus, diindikasikan sebagai terapi tambahan pada penggunaan jangka pendek (untuk membantu pasien melewati episode akut atau episode dimana penyakit makin parah) dalam pengobatan:
  • Synogitis pada osteoarthritis 
  • Rheumatoid arthritis 
  • Bursitis akut dan subakut 
  • Gouty arthritis akut 
  • tenosynovitis nonspesifik akut 
Pemakainan intralesi, diindikasikan untuk:
  • Keloid
  • Lesi radang hipertofik local, pada: 
- lichen planus, plak psoriatik, granuloma annulare, dan lichen simplex chronicus (neurodermatitis)
- Necrobiosis lipoidica diabetirocum
- Discoid lupus erythematosus
- Necrobiosis lipoidica diabetirocum

Dosis : 
  • Oral: 2-40 mg/hari
  • Injeksi im, iv lambat, infus iv: 10-100 mg/hari
Farmakologi :
Efek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison), umumnya digunakan dalam terapi pengganti (replacement therapy) dalam kondisi defisiensi adrenokortikal. Sedangkan analog sintetiknya (prednison, metilprednisolon) terutama digunakan karena efek immunosupresan dan anti radangnya yang kuat.Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek metabolik. Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ sasaran, membentuk kompleks hormon-reseptor. Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh, misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lipid, meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif , dan efek anti radang.

Mekanisme Kerja :
Menekan sistem imun, anti radang.

Kontraindikasi :
Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap prednison atau komponen-komponen obat lainnya.

EfekSamping : 
  • Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : 
- Retensi cairan tubuh
- Retensi natrium
- Kehilangan kalium
- Gangguan jantung kongestif
- Hipertensi
  • Gangguan Muskuloskeletal :
- Lemah otot
- Miopati steroid
- Putus tendon, terutama tendon Achilles
- Nekrosis aseptik pada ujung tulang paha dan tungkai
- Hilangnya masa otot
  • Gangguan Pencernaan : 
- Borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan
- Borok esophagus (Ulcerative esophagitis)
- Pankreatitis
  • Gangguan Endokrin : 
- Menstruasi tak teratur
- Menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress, misalnya pada trauma, pembedahan atau Sakit
- Hambatan pertumbuhan pada anak-anak
- Perlunya peningkatan dosis insulin atau OHO (Obat Hipoglikemik Oral) pada pasien yang sedang dalam terapi diabetes mellitus
- Katarak subkapsular posterior

Interaksi dengan obat lain : 
  • Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat tersebut, maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan.
  • Obat-obat seperti troleandomisin and ketokonazol dapat menghambat metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid.
  • Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan apabila  terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas salisilat. 
  • Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia. 
  • Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya penurunan efek antikoagulan apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. 
  • Oleh sebab itu indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan efek antikoagulan sebagaimana yang diharapkan. 
Pengaruh Terhadap Kehamilan :
Faktor risiko kehamilan FDA : Kategori C

Pengaruh Terhadap Anak-anak :
Dapat terjadi penghambatan pertumbuhan yang tak dapat pulih kembali, oleh sebab itu tidak boleh diberikan jangka panjang.
 
Peringatan : 
  • Penyuntikan dosis besar intra vena secara cepat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskular.
  • Pasien yang sedang dalam terapi imunosupresan sangat rentan terhadap infeksi, antara lain infeksi oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan lain-lain. Oleh sebab itu harus benar-benar dijaga agar terhindar dari sumber infeksi.
  • Kortikosteroid dapat menutupi gejala-gejala infeksi atau penyakit lain, dan infeksi baru dapat saja terjadi dalam periode penggunaannya. 
  • Terapi kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan katarak subkapsular posterior, glaucoma, yang juga dapat merusak syaraf penglihatan, dan dapat memperkuat infeksi mata sekunder yang disebabkan oleh virus ataupun jamur. 
  • Pemberian kortikosteroid pada pasien hipotiroidism ataupun sirosis biasanya menunjukkan efek kortikosteroid yang lebih kuat
  • Kortikosteroid harus diberikan secara sangat berhati-hati pada pasien dengan herpes simpleks okular karena risiko terjadinya perforasi kornea

Informasi Pasien : 
Pasien yang sedang mendapat terapi imunosupresan sedapat mungkin harus menghindari sumber-sumber infeksi, sebab sistem imunnya sedang tidak berjalan baik. Apabila mendapat infeksi, harus segera mendapat pertolongan medis tanpa tunda.

Penyimpanan : 
  • Tablet dan serbuk untuk injeksi disimpan pada suhu 15º - 30ºC
  • Cairan/suspensi untuk injeksi disimpan pada suhu lebih rendah

Dapus : 
  • Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 2000
  • Suharti K Suherman. Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog Sintetik dan Antagonisnya. Dalam: Farmakologi dan Terapi edisi 4, 2004. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  • Medrol, Rx List, The Internet Drug Index @ http://www.rxlist.com/cgi/generic/methprd_od.html
  • Depo Medrol, Rx List, The Internet Drug Index @http://www.rxlist.com/cgi/generic/depomedrol_od.html
  • Methylprednisolone, MedicineNet.com @ http://www.medicinenet.com/methylprednisolone/glossary.html
  • http://medlineplus.gov/

No comments:

Post a Comment